Pengangguran di China Membludak, Muncul Tren Sewa Kantor Buat Pura-pura Kerja

pttogel Fenomena sosial unik sedang berkembang di tengah lonjakan pengangguran di Tiongkok. Di berbagai kota besar seperti Beijing, Shanghai, dan Guangzhou, muncul tren baru yang cukup mengejutkan: menyewa ruang kantor hanya untuk berpura-pura sedang bekerja. Fenomena ini bukan sekadar lelucon atau tren media sosial, tetapi mencerminkan tekanan sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh generasi muda China dalam menghadapi ketatnya persaingan kerja.

Lonjakan Pengangguran di Kalangan Muda

Tingkat pengangguran di kalangan muda Tiongkok telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Menurut data terbaru dari Biro Statistik Nasional China, tingkat pengangguran pemuda (usia 16–24 tahun) sempat melampaui 21 persen pada pertengahan 2023, sebelum pemerintah menghentikan publikasi angka tersebut dengan alasan “penyesuaian metodologi”.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mencari pekerjaan tetap, bahkan setelah berbulan-bulan lulus. Hal ini diperburuk oleh perlambatan ekonomi akibat krisis sektor properti, lemahnya permintaan domestik, dan ketidakpastian global.

Tekanan Sosial dari Keluarga dan Masyarakat

Di tengah budaya kerja yang sangat kompetitif dan ekspektasi sosial yang tinggi di Tiongkok, banyak anak muda merasa malu jika diketahui tidak memiliki pekerjaan. Mereka yang berasal dari daerah pedesaan atau keluarga kelas menengah ke bawah cenderung mendapat tekanan besar untuk menunjukkan kesuksesan setelah lulus kuliah.

Bagi sebagian besar orang tua di Tiongkok, bekerja di perusahaan ternama atau instansi pemerintah merupakan simbol keberhasilan anak. Karena itu, banyak pemuda yang akhirnya menyewa ruang kantor kecil, berdandan rapi setiap pagi, dan “berangkat kerja” hanya untuk menghindari rasa malu atau kecurigaan dari keluarga dan tetangga.

baca juga: kronologi-penemuan-jenazah-humaira-asghar-ali-misteri-yang-mengguncang-pakistan

Bisnis Ruang Kerja ‘Palsu’ Mulai Tumbuh

Tren ini membuka peluang bisnis baru: ruang kantor sewaan yang secara khusus melayani orang-orang yang ingin berpura-pura bekerja. Penyedia coworking space atau kantor virtual menawarkan paket-paket murah mulai dari 300 hingga 800 yuan per bulan (sekitar Rp650 ribu hingga Rp1,7 juta) yang mencakup ruang kerja bersama, meja kerja, Wi-Fi, dan bahkan layanan resepsionis untuk menerima telepon dari “klien fiktif”.

Beberapa penyedia jasa bahkan memberikan “layanan premium” seperti pelatihan presentasi, pembuatan kartu nama palsu, hingga simulasi rapat virtual, semua demi menciptakan kesan bahwa penyewa benar-benar sedang bekerja.

Dunia Maya Jadi Panggung Kehidupan Palsu

Media sosial seperti WeChat, Xiaohongshu, dan Douyin (TikTok versi China) menjadi platform utama tempat para pemuda memamerkan gaya hidup “profesional” mereka. Foto-foto sedang mengetik di depan laptop, rapat virtual dengan latar belakang kantor modern, atau secangkir kopi di ruang kerja menjadi cara untuk membangun citra diri.

Namun, di balik layar, sebagian besar dari mereka sebenarnya sedang tidak memiliki pekerjaan tetap atau penghasilan yang stabil. Banyak pula yang hidup dari tabungan pribadi, bantuan orang tua, atau pekerjaan lepas (freelance) yang tidak konsisten.

Apa Penyebab Fenomena Ini?

Beberapa faktor utama yang menyebabkan tren ini antara lain:

  1. Over-supply Lulusan Sarjana
    Dalam dua dekade terakhir, jumlah lulusan perguruan tinggi di China meningkat drastis, namun tidak diiringi dengan ketersediaan lapangan kerja berkualitas yang cukup.

  2. Krisis Ekonomi dan Ketidakpastian Pasar
    Krisis properti, lemahnya daya beli konsumen, dan ketegangan geopolitik berdampak langsung pada investasi dan pembukaan lapangan kerja di banyak sektor.

  3. Budaya Malu dan Tekanan Sosial
    Di banyak budaya Asia Timur, termasuk China, status pekerjaan sangat penting dalam menentukan harga diri seseorang. Tidak bekerja kerap dipandang sebagai kegagalan pribadi.

  4. Ketimpangan Urban-Rural
    Banyak anak muda dari daerah datang ke kota besar dengan harapan akan kehidupan lebih baik, namun kenyataan tak sesuai harapan. Demi tetap “terlihat berhasil”, mereka memilih berpura-pura.

Respon Pemerintah dan Masa Depan Generasi Muda

Pemerintah China telah menyadari tantangan ini dan mulai mendorong berbagai kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja baru, termasuk mendukung sektor ekonomi digital, usaha kecil menengah, dan memperluas pelatihan kejuruan. Namun, tantangan struktural tidak mudah diatasi dalam waktu singkat.

Selain itu, para ahli menyarankan agar masyarakat mulai mengurangi tekanan sosial terhadap pemuda dan lebih terbuka terhadap berbagai bentuk karier di luar pekerjaan “kantoran” tradisional. Pendekatan yang lebih fleksibel dan inklusif terhadap dunia kerja dianggap penting untuk menyesuaikan diri dengan era pasca-pandemi dan transformasi digital global.

Penutup

Fenomena menyewa kantor untuk berpura-pura kerja bukan hanya kisah lucu dari dunia maya, tetapi cerminan dari tekanan sosial, ekonomi, dan budaya yang dihadapi oleh generasi muda China. Di balik jas rapi dan meja kerja yang tampak profesional, tersembunyi kegelisahan dan kecemasan akan masa depan yang belum pasti.

Dalam jangka panjang, solusi nyata bukan terletak pada pura-pura sukses, tetapi pada reformasi struktural, empati sosial, dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja masa kini. Dunia kerja yang lebih terbuka dan tidak melulu berbasis pada penampilan mungkin menjadi kunci mengatasi krisis tersembunyi ini.

sumber artikel: www.hollowgroundbarbershop.com